Kamis, 09 April 2009

Rp 14 Miliar untuk Perbaikan Jembatan Cipamingkis Masyarakat Agar Setahun Bersabar

JEMBATAN Cipamingkis yang ambrol beberapa waktu lalu. Masyarakat diminta bersabar untuk menunggu setahun hingga perbaikannya selesai.* Deni Bratha

AKSES transportasi darat warga terancam terputus dalam waktu lama. Pascaambrolnya jembatan Cipamingkis akibat luapan banjir Sungai Cipamingkis, Senin, (12/01), sampai hari ini belum ada perbaikan. Padahal, jembatan yang lebarnya 8 meter dan panjang 90 meter tersebut merupakan jalur utama transportasi menghubungkan tiga daerah yakni Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Karawang.

Pemkab Kabupaten Bekasi awalnya sempat kebingungan, untuk membiayai perbaikan jembatan yang dibangun dengan APBD Provinsi 1992 itu. Setidaknya, dibutuhkan anggaran sekitar Rp 14 miliar untuk membuat jembatan tersebut berdiri seperti semula. Masalahnya, biaya pembangunan jembatan ini tidak mungkin dianggarkan dalam APBD Kabupaten Bekasi 2009 yang sudah diketok palu sejak 28 Desember lalu. Beruntung, pada saat verifikasi APBD di Pemprov Jabar usulan pembangunan jembatan Cipamingkis disetujui. "Rp 14 miliar sudah dianggarkan untuk pembangunan jembatan Cipamingkis," kata Dadang Mulyadi, Sekda Kabupaten Bekasi, Sabtu, (07/02).

Menurut Dadang, dana pembangunan jembatan Cipamingkis dialokasikan dalam pos penanganan bencana akibat banjir dan sudah bisa ditenderkan Maret mendatang. Rencananya, dana Rp 14 miliar tersebut akan digunakan pembangunan rangka baja atau bangunan atas 40 %. Sedangkan 30 % lagi untuk membangun pilar penyangga atau rangka bawah dan 20 % untuk bangunan pengaman jembatan. Ambrolnya jembatan ini ujar Dadang, bukan disebabkan struktur bangunan yang kurang kokoh, tetapi lebih karena tergerus derasnya air hujan yang meluap di Sungai Cipamingkis. Untuk itu, Dadang berharap masyarakat bisa lebih bersabar sampai satu tahun untuk pengerjaan jembatan. "Kita sudah buatkan jembatan gantung untuk akses sementara," kata Dadang.

Di lapangan, jembatan yang sudah runtuh hampir satu bulan ini belum mendapatkan penanganan yang berarti. Keadaannya pun masih sama hingga kini. Setengah dari panjang jembatan hancur hingga ke Sungai Cipamingkis. Tanah yang menyangga jembatan pada kanan kirinya pun semakin tergerus, karena hujan deras yang turun.

Putusnya jembatan Cipamingkis ini, menyebabkan denyut perekonomian di daerah tersebut berjalan lambat. Masyarakat yang menggunakan mobil harus memutar ke selatan melewati kampung Rawabogo, Jonggol, Kabupaten Bogor. Jarak tempuhnya tentu lebih panjang sekitar 40 kilometer. Ditambah lagi, jalan yang dilewati tidak terlalu bagus dan sering terjadi kemacetan. Sedangkan waktu yang ditempuh menjadi lebih lama sekitar 2-3 jam.

Sementara bagi para pengendara sepeda motor dan pejalan kaki, masih bisa menggunakan jembatan lama yang jaraknya sekitar 300 meter dari jembatan Cipamingkis. Jembatan Cipamingkis tersebut merupakan akses utama warga Desa Cibarusah Kota dan Sirnajati. Tidak hanya itu saja, jembatan tersebut juga merupakan akses tiga kabupaten yaitu Bekasi, Karawang, dan Bogor.

Salah seorang warga yang tinggal di desa Cibarusah, Basar mengatakan bahwa sudah sebulan ini omzetnya berjualan merosot, karena biaya yang dikeluarkan lebih banyak dan harus berputar melalui Jonggol. Selain itu, jembatan gantung yang ada di samping jembatan Cipamingkis kurang layak dan membahayakan. "Mudah-mudahan bisa cepat diperbaiki," kata Basar.

Masih parsial

Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Bekasi Syamsul Falah mengatakan, alokasi anggaran untuk jembatan Cipamingkis merupakan political will pemerintah daerah. Hanya saja, ujar Syamsul, yang lebih penting saat ini adalah Pemkab Bekasi harus membuat grand design penanganan banjir. Pasalnya, banjir yang melanda Kabupaten Bekasi setiap tahun tidak saja menimbukan kerusakan infrastruktur, tetapi membawa dampak buruk bagi kehidupan masyarakat khususnya yang tinggal di daerah Bekasi Utara. "Berapa sawah dan tambak yang hancur akibat banjir, belum lagi penyakit dan masalah sosial lainnya, kata Syamsul.

Ia menilai, program penanganan yang selama ini dilakukan Pemkab Bekasi sifatnya masih parsial dan belum secara komprehensif. Pengerukan atau normalisasi sungai, kata Syamsul, sifatnya hanya sementara dan tidak memecahkan masalah secara keseluruhan. "Kabupaten Bekasi belum punya grand design drainase, sehingga setiap tahun selalu dilanda banjir," ujar Syamsul.

Perencanaan banjir secara komprehensif kata Syamsul, sangat mendesak untuk segera dibuat sehingga akan terlihat akar permasalahan yang sebenarnya dan dapat dicarikan solusinya. Minimnya anggaran yang selama ini selalu menjadi kendala, bukan berarti perencanaan tidak dibuat. Soal pelaksanaannya, itu bisa saja dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan anggaran daerah. "Anggaran bukan masalah, asalkan perencanaannya jelas," katanya.

Menurut Syamsul, penanganan banjir bukan hanya bersifat fisik semata,tetapi berhubungan dengan aspek budaya masyarakat. Pemerintah daerah dalam hal ini memiliki peran penting, untuk menyosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian alam. Misalnya, tidak membuang sampah dan menebang pohon sembarangan. "Percuma saja setiap tahun kita menganggarkan miliaran rupiah, tetapi budaya masyarakatnya tidak ikut dibangun," ujar Syamsul.

Menanggapi hal tersebut, Dadang Mulyadi mengatakan, sejauh ini pemkab memang belum memiliki grand design drainase seperti yang dimaksudkan Ketua DPRD. Pasalnya, ujar Dadang, perencanaan semacam itu akan memerlukan konsentrasi dan melibatkan banyak pihak, termasuk pertimbangan masalah minimnya anggaran yang dimiliki.

Menurut Dadang, sejauh ini belum ada satu daerah di Indonesia yang memiliki grand design penanganan banjir. "Jakarta saja, sampai hari ini belum tuntas mengatasi banjir apalagi Kabupaten Bekasi," ujar Dadang, berkelit.

Datang menjelaskan, rencana tersebut tidak bisa dilakukan dalam tahun ini, karena APBD Kabupaten Bekasi 2009 sudah disahkan. Paling tidak, kata Dadang, rencana tersebut akan dilakukan 2010 mendatang. (JU-16)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar